Friday, November 30, 2012

Jum'atan pertama di Cina

(Masjid Xinzheng)

Seperti hari Jum’at pada umumnya, saat itu 14 September 2012 saya dan teman-teman akan melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim, shalat jum’at. Shalat Jum’at kali ini agak sedikit berbeda karena sekarang bukan di masjid yang kurang lebih 100 meter dari rumah dengan adzan yang dilantunkan dengan pengeras suara dan didengar dari radius beberapa kilometer, dengan khotib yang menyampaikan dengan bahasa awam didengar. Saat ini saya dan beberapa teman dari Indonesia akan ber-jama’ah shalat jum’at di salah satu masjid kota Xinzheng, Provinsi Henan, PR Cina. Di kota ini SIAS International University, tempat saya belajar saat ini berada.

Hari ini akan menjadi hari  jum’at pertama yang akan saya lalui disini. Dengan perbedaan waktu satu jam lebih cepat dari kampung halaman dan saat ini masih awal musim gugur, waktu dzuhur akan jatuh kurang lebih pukul 1 siang. Setelah kelas, saya dan 3 teman bersiap untuk berangkat, dan kami memutuskan untuk mengenakan pakaian yang ‘tidak biasa’, bagi orang Cina tentunya. 

Kami berempat sepakat untuk mengenakan pakaian dengan sentuhan Indonesia, sarung, baju muslim (koko), dan blangkon. Sebenarnya, mengenakan sarung dan baju muslim saja sudah menjadi pusat perhatian dari setiap manusia yang melihat kami disini, jadi kami sepakat untuk menambahkan sentuhan jawa, karena tidak akan jauh beda.

Satu persatu lantai asrama mahasiswa internasional kami turuni, selang beberapa meter kami bertemu dengan jalan didalam kampus kami, yaitu European street dimana berjejer mini market, kantin kampus, dan tentunya ratusan pasang mata karena jalan ini khusus untuk pejalan kaki.

Saat masuk ke area European street betul dugaan kami, saat itu memang saatnya makan siang, pastilah banyak orang disitu, tanpa ragu kami pun terus melangkahkan kami ke arah pintu keluar kampus menuju halte bis karena jarak masjid cukup jauh. Tatapan orang pun menjadi terbiasa, namun bayangan perjalanan 10 menit diatas kotak besi bertenaga mesin dengan kumpulan orang yang bisa hanya  berjarak beberapa centimeter dan tak segan mengacungkan telunjuk tangannya, menjadi topik kami saat berjalan.

Sampai di halte dekat pintu keluar kampus, kami mendapati kumpulan beberapa orang diseberang jalan sedang menunjuk dan membicarakan pakaian kami sembari kami menunggu datangnya bis. Sampai di dalam bis pun, tak begitu jauh tanggapan penumpang yang lain, kami pun hanya bisa tersenyum dan saling melihat satu sama lain dengan perasaan senang. Sampai di halte terdekat kami pun turun dan berjalan selama 10 menit menuju masjid. Khotib sudah berada di mimbar ketika sampai, kami langsung masuk dan mendengarkan khotbah, tentunya dengan bahasa Cina, yang belum begitu banyak kata bisa kami mengerti, karena ini minggu pertama kami disini. Alunan Iqamah dengan nada khas Cina dilantunkan, dan shalat jum’at dimulai.

Pengalaman yang sangat berharga, menjadi minoritas. Indahnya perbedaan apabila di hadapi dengan positif.


No comments:

Post a Comment